Minggu, 25 Juli 2010

When Love Asked By Sincerity Chap. 4

Chapter 4

Luka di kening Mita sudah di tangani dan sudah di perban, tapi Mita masih dalam keadaan pingsan. Airi yang melihat kejadian di kantin dengan sangat jelas dimintai menjadi saksi. Shin yang menolong Mita di kantin terus menjaga Mita di klinik kampus. Shin sudah menghubungi orang tua Mita dan sebentar lagi mamanya akan datang karena papanya masih keluar kota.

Shin sangat terkejut atas apa yang ia lakukan tadi di kantin. Sudah lama memang ia ingin memberikan pelajaran pada Crystal, tapi ia merasa tak punya andil untuk ikut campur urusan Crystal dengan korban-korbannya, dan korban-korban Crystal tidak pernah sampai terluka parah seperti Mita yang sampai-sampai harus masuk kilinik kampus. Kali ini Crystal memang sudah sangat keterlaluan dan diambang batas kewajaran. Kampus pun akan menindak lanjuti perkara Crystal dan kemungkinan terbesar adalah Crystal DO dari kampus.

Akhirnya mama Mita pun tiba di klinik bersama adik Mita, Cezy, yang masih berseragam SMA lengkap. Mama Mita langsung meminta penjelasan dari Shin apa yang sebenarnya terjadi dan Shin pun menceritakan semuanya. Mama Mita sangat geram dan tidak terima dengan apa yang terjadi oleh Mita. Mama meminta Cezy untuk menjaga Mita dan mama diantar oleh Shin menuju ruang dosen dan disana sudah ada Airi yang masih dimintai keterangan.

“Saya mau anak yang bernama Crystal itu dikeluarkan karena dianggap sangat mengganggu kenyamanan mahasiwa disini.” Pinta mama Mita.

Namun tiba-tiba pintu terbuka.

“Saya akan menerima apapun yang akan menjadi keputusan dewan kampus.” Ucap seseorang yang ternyata adalah mama Crystal. Mama Crystal pun menghampiri mama Mita.

“Saya akan menanggung semua perawatan Mita, bahkan sampai bekas luka yang akan ditimbulkan. Ibu tidak usah khawatir, saya akan memindahkan Crystal ke Amerika. Sekali lagi saya minta maaf atas kejadian ini.” Lanjut mama Crystal.

“Begini saja, anak ibu mau keluar dengan cara terhormat yaitu mengundurkan diri atau tidak terhormat yaitu di keluarkan dari kampus?” seorang dewan kampus memberikan pilihan.

“Baiklah, demi menjaga nama baik keluarga saya memilih mengundurkan diri saja. Saya akan memindahkan anak itu ke Amerika. Besok pagi saya akan mengurus semuanya.” Pilih mama Crystal. “Oh iya, saya akan merekomendasikan dokter kulit yang bagus untuk anak anda, dan saya akan menanggung semua biayanya.” Tambah mama Crystal kepada mama Mita dan beliau langsung pergi begitu saja.

Tak lama kemudian Mita pun siuman. Kepalanya masih sedikit pusing. Mita melihat sekeliling, disamping kanan dan kirinya ada gordin warna hijau pucat dan Mita memang rasanya mengenali tempat itu. Pokoknya ga bakal jauh-jauh sama yang berhubungan sama rumah sakit. Batin Mita dalam hati.

“Mit…” panggil Shin begitu melihat Mita mencoba untuk bangkit.

“Kak…” Cezy pun langsung menengok ke arah Mita begitu mendengar Shin menyebut nama kakaknya.

“Gue dimana?” tanya Mita.

“Klinik kampus, Mit.” Jawab Shin pelan.

Tuh kan dugaan gue bener. Batin Mita dalam hati. “Berapa lama gue pingsan, Shin?” tanya Mita.

Shin melihat jam tangannya. “Sekitar 2 jam.” Jawab Shin. “Lo udah baikan?” tanya Shin khawatir.

“Masih sedikit pusing, sih. Gue udah boleh pulang belum? Mau muntah gue nyium bau rumah sakit gini.” Tanya Mita karena ia benar-benar ingin segera enyah dari klinik itu. Hal kedua yang tidak disukai Mita setelah darah adalah hal-hal yang berhubungan dengan rumah sakit, entah itu apotik, puskesmas, bahkan bidan sekalipun.

“Lo baru sadar kali, kak..” Kata Cezy mengingatkan.

“Gue panggil dokter dulu deh.” Potong Shin dan ia langsung bergegas keluar.

Di luar ia berpapasan dengan mama Mita, mama Mita langsung menanyakan kondisi Mita. Begitu beliau tau bahwa Mita sudah siuman, ia langsung cepat-cepat menghampiri Mita.

Tak lama kemudian, Shin kembali dengan seorang dokter. Dokter memeriksakan kondisi Mita dan kata dokter Mita akan baik-baik saja dan di izinkan pulang.

Tiba-tiba pintu dibuka oleh seseorang yang ternyata adalah Airi. Airi langsung menghambur ke arah Mita dan memeluk Mita erat.

“Ya ampun, Mita. Dugaan gue kemaren bener kan kalo Miss Crystal itu ngeliatin lo judes banget. Dan untung banget gue kemaren ga nebeng lo, kalo iya gue bakalan di sukur-sukurin sama Nico.” Cerocos Airi tiada henti.

“Ih, Kak Airi udah tau temennya kena musibah gini lo malah bersyukur. Teman tiri kau, kak!” cibir Cezy.

“Bersykur lah karena akhirnya Miss Crystal out from here! Damai banget nih bakalan kampus ini ga ada Miss Crystal da Perfectionist.” Balas Airi tak mau kalah.

“Emangnya Crystal itu semester berapa sih?” tanya Mita yang langsung di suguhi dengan pandangan ingin menerkam oleh Airi.

“Satu angkatan sama gue, Mit.” Jawab Shin.

“Hah?” teriak Airi dengan mata terbelalak tak percaya dengan apa yang dikatakan Shin barusan. Lalu Airi mengelus dadanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Kenapa lo, Ri?” tanya Mita heran.

“Ga salah juga deh lo di labrak abis-abisan sama Crystal. Berani banget lo pedekate sama super senior.” Jawab Airi diakhiri dengan membuang napas singkat.

“Mana gue tau. Emang lo semester berapa, Shin?” tanya Mita yang secara tidak langsung mengiyakan statement Airi bahwa ia sedang PDKT dengan Shin.

Shin menyunggingkan seulas senyum di ujung bibirnya mendengar ucapan Mita. Agak senang karena sepertinya wanita di hadapannya tidak sulit untuk di taklukan.

“Tujuh.” Jawab Shin mantap.

“Omo…!! Mianata oppa.” Ucap Airi spontan dengan bahasa Korea.

“Gomenasai kali, bukan mianata.” Ralat Shin.

“Hehe…” Mita malah nyengir kuda. “Eh, tapi siapa juga yang mau pake bahasa Jepang?” Mita menyerang Shin.

“He??” Shin diam tak berkutik.

“Gue kan ga bisa bahasa Jepang. Bisanya bahasa korea!” Mita menambahkan. “Ya gak, Ri?” Mita meminta dukungan pada Airi yang disambut dengan anggukan penuh semangat oleh Airi.

“Ah lo mah Jepang abal-abal. Nama Airi, nyokap orang Jepang, tapi lo sama sekali ga bisa bahasa Jepang. Malah bisanya bahasa korea.” Kali ini Shin menyerang Airi.

“Biar. Gue kan cintanya sama Micky Yoo Chun oppa. Weee….” Airi membela diri sambil menjulurkan lidahnya pada Shin.

“Ih, kerenan juga Shun Oguri..” balas Shin tak mau kalah.

Mita jadi pusing sendiri mendengar percakapan dua orang Jepang ini. “Eh, lo berdua. Sesama orang Jepang ga usah saling ngejelek-jelekin.” Saran Mita.

Mita langsung turun dari tempat tidur dan menghampiri mama dan Cezy yang sudah menunggu di luar. Airi dan Shin saling melirik dan tanpa berkata-kata mereka berdua beranjak dari tempat mereka masing-masing dan berjalan mengiringi Mita yang masih sempoyongan.

“Ga usah sok kuat deh…” ucap Shin singkat yang kemudian langsung membopong Mita begitu saja.

Ada desiran halus yang terasa di dalam darah Mita saat Shin menyentuhnya. Dan jantungnya mulai berdegup kencang saat Shin menatapnya dan wajah Shin berjarak tak kurang dari 5cm dari wajahnya. Mita pun merasa kulit wajahnya memanas dan kemudian Mita membuang muka. Sedangkan Shin, ia tersenyum penuh kemenangan.

Awalnya gue Cuma iba karena ia menjadi bulan-bulanan Crystal. Tapi, ternyata wanita ini sungguh menggoda dan menarik. Oke, slow but sure… and see, am I going to fall in love with her??
*****

When Love Asked By Sincerity Chap. 3

Chapter 3

Esoknya cuaca sudah agak membaik. Mita di jemput oleh Shin pagi itu. Sebelum ke kampus, Mita mampir ke bengkel mobil langganannya, memanggil montir dan membeli 4 ban sekaligus, karena ban mobilnya bukan hanya di kempesin melainkan di robek-robek entah menggunakan apa. Dan si montir itu ikut bersama Mita dan Shin.
“Shin, kalo tiap hari gue dikerjain begini mendingan gue naik kopaja deh ke kampus. Tekor gila beli ban mobil 4 biji. Jatah shopping bulanan gue tuh. Sial banget sih.” Keluh Mita.
“Ok, mulai besok gue yang anter jemput lo.” Tawar Shin dengan tampang coolnya.
Mita menatap Shin tak percaya. “Sumpah ini cowok 4 thumbs up banget. Udah keren, tajir, baik banget pula…” batin Mita dalam hati.
“Emangnya boleh ya begitu? Cewek lo gimana?” tanya Mita agak sungkan sebenarnya. Cuma agar tidak di cap cewek gampangan ya berbasa-basi dulu lah.
“Cewek? Gue ga punya cewek kali. Rumah kita deket ini sih, gpp kali. Dari pada ban mobil lo tiap hari di kempesin toh?” jawab Shin sambil memberikan senyum terbaiknya pada Mita.
Mita melting melihat senyuman yang sangat menawan itu. Oh, Tuhan… rasanya gue udah sampe disurga deh. Dag, Dig, Dug… Aissshhh, apa gue jatuh cinta sama Shin?
“Kalo gitu, tiap hari gue traktir lo makan siang. Gimana?” Mita pun tak ingin menjadi benalu buat Shin, makanya ia membina hubungan simbiosis mutualisme dengan Shin.
“Nice idea.” Kata Shin.
Setiba di kampus…
“Crys, lo liat itu siapa yang dateng bareng Shin.” Suruh Camille.
“Eh, gila itu cewek berani banget ngedeketin senior! Tangan gue gatel banget gila pengen ngegampar tuh cewek.” Crystal langsung geram melihat Mita turun dari mobil Shin.
“Crys, sabar. Tahan dulu emosi lo. Kalo lo ngegampar Mita di depan Shin, sampe kucing bertelor juga ga bakalan Shin jadi milik lo.” Nasihat Camille pada Crystal.
“Umpama lo berat banget, Mil. Belajar dari mana?” tanya Isabel.
“Ga sadar apa lo ya, kalo kata-kata lo gue copy paste?” Camille menjawab sinis pada Isabel.
“Bawel lo semua!” bentak Crystal dan semuanya hanya bisa diam. “Camille, Isabel, Joan… Jam makan siang, geret dia ke gue di losmen.” Crystal sudah menjatuhkan perintah kepada 3 sahabatnya.
“Crys, kapan sih lo bisa bersikap dewasa?” sindir Joan yang sangat kutu buku.
“Eh, geek. Lo ga usah sok nasihatin gue deh.” Bentak Crystal.
Joan melepas kacamata bacanya, menutup buku yang sedang ia baca dan beranjak dari kursi.
“Eh, Crys, gue cape jadi temen lo. Lo serasa paling bener padahal lo adalah orang paling bersalah. Gue cape jadi kacung lo, ngebully junior yang ga salah apa-apa. Makin lama gue makin enek sama kelakuan lo. Lo boleh jadi cewek paling tajir atau mungkin paling cantik sedunia, tapi kelakuan lo tuh alay banget. Norak. Kampungan. Mulai hari ini, gue bukan temen lo!” Joan pun mengeluarkan segala unek-uneknya dan meninggalkan Crystal beserta 2 temannya.
Crystal tak percaya Joan yang biasanya hanya duduk diam membaca buku berani mengatakan semua itu padanya. Camille dan Isabel hanya tersenyum melihat keterkejutan Crystal.
“Shit banget tuh anak. Berani banget ngomong kayak gitu sama gue.” Crystal sangat marah di perlakukan kurang ajar oleh Joan, dan pelampiasannya adalah barang-barang pecah belah yang ada di depan matanya.
“Crys, gue cape. Lo urus aja deh si Mita sendiri sama barang-barang yang lo pecahin kalo lo ga mau dapet kartu peringatan lagi. Inget, Crys, kampus ini ga tunduk sama kekuasaan bokap lo.” Ucap Camille dan meninggalkan Crystal dan Isabel.
“Mil, gue ikut dong! Tega banget lo ninggalin gue berduaan sama harimau kelaperan.” Isabel pun meninggalkan Crystal sendirian yang semakin merengut kesal tak percaya semua sahabatnya pergi meninggalkan dirinya.
Crystal makin mengamuk, tak ada yang bisa menghentikan amarahnya kecuali…
“Serasa dirumah sendiri ya, tuan putri.” Ucap seseorang.
Crystal menengok ke arah datangnya suara. Di hadapannya sudah duduk seorang laki-laki super cool dan super ganteng sedang meminum kopi.
“Shin…” Crystal tak sanggup berkata-kata karena tertangkap basah sedang mengamuk.
“Kapan lo bisa dewasa?” tanya Shin pelan pada Crystal.
Crystal pun duduk dan menunduk. “Semuanya gara-gara kamu. Coba kalo 4 tahun yang lalu kamu ga ninggalin aku. Aku ga akan jadi begini yang selalu tersulut emosi ngeliat kamu deket sama cewek lain.” Ucap Crystal sedih.
Usut punya usut, sewaktu SMA kelas 1 sampai pertengahan kelas 2 Crystal dan Shin pernah pacaran. Tapi, Shin ga suka sama kelakuan Crystal yang brutal dan akhirnya Shin memutuskan Crystal.
“Gue udah ngingetin lo dari awal.” Shin berkata singkat dan berdiri. “Gue pikir lo akan berubah. Ternyata lo malah makin parah dan gue ga bisa ngasih kesempatan kedua.” Terusnya dan Shin perlahan meninggalkan Crystal.
Crystal makin tertunduk, ia tak berani menatap Shin. Ia berharap air matanya jatuh, namun tidak. Ia hanya merasakan panas memburu tubuhnya.
Shin berhenti sejenak. “Gue masih mencintai Crystal yang polos, yang belum terkontaminasi alcohol dan nikotin, yang rambutnya hitam lurus sebahu, bukan pirang dan sambungan, juga yang baik hati bukan yang suka membully junior.” Ucap Shin lagi sambil memunggungi Crystal dan kemudian benar-benar pergi meninggalkan Crystal.
Kali ini Crystal menangis, benar-benar menangis. Ia menangis sejadi-jadinya tak memedulikan orang-orang yang memperhatikannya. Rasanya seperti tersayat silet dan lukanya disiram air garam dan jeruk nipis. Sakit, perih, nyeri, kira-kira begitulah sakit yang terasa di hati Crystal. Menyesal sudah pasti, tapi apalah daya nasi sudah menjadi bubur dan kemudian Camille kembali dan menenangkan sahabat yang paling di cintainya, Crystal.
“Lo tau sendiri kan, Mil, udah berapa puluh cowok yang gue tolak. Dari dia mutusin gue sampe sekarang, gue Cuma cinta sama Shin.” Crystal makin terisak dibahu Camille.
“Iya gue tau. Gue tau banget. Tapi andai lo bisa ngerubah sikap lo, Shin pasti balik lagi ke lo.” Nasihat Camille bosan karena mungkin sudah ratusan kali ia mengucapkan kalimat yang sama.
“Gue emang batu. Gue nyaman sama kehidupan glamour gue yang sekarang, dan gue ga mau jadi cewek polos ga tau apa-apa kayak dulu. Gue ga mau…” Crystal masih sesenggukan.
“Berubah bukan harus jadi cupu kayak dulu. Tapi, jadi lebih baik. Lo boleh glamour, asalkan sikap lo menunjukkan lo itu berpendidikan dan elegant. Bukannya kayak alay dan anak jalanan yang ga pernah ngerasain namanya bangku sekolah. Udah berapa puluh korban yang kena tamparan lo?” Camille berusaha menasihati Crystal.
“Gue ga mau tau. Pokoknya, Mita harus abis di tangan gue!” ucap Crystal dengan berapi-api tiba-tiba.
“CRYS… LO SAKIT JIWA YA?” teriak Camille sangat terkejut mendengar ucapan Crystal. Camille tak habis pikir, ada ya orang begitu batu seperti Crystal?
“It will be the last. I promise it.” Ucap Crystal pelan pada Camille sambil menyunggingkan senyum yang dipaksakan.
“Oh God! Pasti ada udang di balik batu.” Pikir Camille dalam hati.
Jam makan siang di kantin…
Mita sedang membawa bakso pesanannya dan tiba-tiba Crystal datang sendirian mendorong Mita dari belakang hingga Mita jatuh tersungkur setelah sebelumnya keningnya terantuk pinggir meja dan bakso panas yang sedang ia bawa tumpah mengenai orang lain. Mita segera bangkit walau ia merasa agak pusing karena keningnya terantuk meja tadi dan ia langsung meminta maaf kepada seseorang yang terkena tumpahan baksonya.
Kantin pun berubah ramai mengerubungi Mita yang sedang meminta maaf. Padahal dirinya sendiri terluka parah. Ia tak menyadari bahwa keningnya berdarah sangat banyak.
“Mita, gue gpp. Mending lo ke ruang kesehatan dan urusin dahi lo.” Kata seseorang yang terkena tumpahan bakso tersebut.
Mita meraih keningnya dan darah menempel di telapak tanganya. Mita shock, nyaris pingsan melihat darah. Mita sangat takut darah, melihat gambar darah aja ia ingin muntah apalagi melihat secara live darah segar menempel ditangannya. Mita terhuyung, tapi tiba-tiba saja Crystal memutar badannya dan menampar wajah Mita.
“Eh, jalang! Berani-berani nya lo ngerebut Shin dan temen-temen gue dari gue. Seneng lo ngeliat temen-temen gue ninggalin gue?” bentak Crystal pada Mita yang semakin pening dan mual tak karuan mencium bau darah yang kalau kata Bella di novel “Twilight” baunya seperti karat.
“Gue ga ngerti ya apa yang lo omongin. Dateng-dateng main nampar orang sembarangan. Lo yang jalang bukan gue!” Mita membela diri sambil menahan napas agar ia tidak muntah bahkan pingsan. Suaranya sangat pelan karena ia benar-benar menahan napas.
Crystal semakin sewot karena kata-kata jalang dikembalikan untuknya. Crystal hendak menampar Mita lagi namun tangan Crystal tertahan dan betapa terkejutnya Crystal yang menahan tangannya itu adalah Shin. Mita sudah tidak kuat lagi menahan napas. Begitu Mita menarik napas untuk mengisi volume oksigen untuk paru-parunya, bau darah semakin kuat dan menyengat karena darah sudah mengalir hingga ke pipi Mita dan Mita pun akhirnya jatuh pingsan.
Shin kali ini benar-benar marah pada Crystal, tak peduli bahwa ia masih mencintai bagian Crystal yang lain. Shin benar-benar tak habis pikir dan kehabisan akal, harus dengan cara apa membuat Crystal bisa berubah. Lalu Shin yang sudah sangat emosi melihat kelakuan Crystal yang semakin menjadi itu akhirnya melayangkan tangannya dan mendarat mulus di pipi Crystal. Sangat keras untuk tamparan terhadap seorang cewek dan Shin tidak peduli, hingga Crystal terjatuh. Telapak tangan Shin terjiplak jelas di pipi Crystal yang putih mulus itu. Sangat merah.
“Terserah mau anggep gue banci karena gue berani-beraninya nampar cewek. Tapi gue udah ga tahan ngeliat kelakuan lo yang kayak cewek jalang, Crys. LIAR!!! Sampe dunia ga jadi kiamat, gue ga akan pernah balik sama lo. Dan gue yakin banget, cowok paling buruk rupa dan bau sedunia pun jijik sama lo, Crys. Lo pikir lo bener dengan menganiaya orang lain? Sana lo tinggal di zaman Hittler aja!” bentak Shin dengan sangat kasar pada Crystal.
Memang tak seharusnya ia begini, namun Shin tak sanggup lagi melihat kelakuan Crystal yang semakin memburuk. Baru tadi pagi ia menemui Crystal, berharap Crystal bisa benar-benar berubah. Namun, usahanya sia-sia dan hasilnya Mita yang tak bersalah, menjadi korban yang paling parah dari kesemua korban Crystal. Dua hari berturut-turut teraniaya. Ban mobil dikempesin, di dorong dari belakang padahal jelas-jelas Mita sedang membawa bakso yang panas, dan di tampar.
Semua orang di kantin memandang Crystal jijik.
“Apa lo liat-liat?” bentak Crystal.
“Ye, cewek gila! Mending gue gendut tapi baik hati.” Kata seseorang yang jelas sangat menyindir Crystal.
Crystal hendak melempar seseorang itu dengan botol yang ada di depan matanya tapi kemudian ia keburu di amankan oleh body guard suruhan mamanya. Camille yang menelpon mama Crystal dan meminta untuk mengamankan Crystal segera karena takut Crystal akan semakin liar.

When Love Asked By Sincerity Chap. 2

Chapter Two

“Mit, lo ngerasa ga sih kalo Crystal and the gank ngeliatin lo judes banget?” tanya Airi cewek blasteran Jepang yang sama sekali ga bisa ngomong bahasa Jepang sahabat Mita sejak SMP.
“Emang iya ya?” Mita malah bertanya balik dan tak peduli.
“Lo ga tau siapa Crystal ya, Mit?” tanya Airi lagi.
Mita menggeleng sambil sibuk dengan majalah fashion yang baru ia beli kemarin. Mita membuka lembar demi lembar sambil mencermati fashion yang sedang inn saat ini.
“Eh, Ri. Kalo gue pake stiletto merah ini ke kampus keren ga ya?” tanya Mita sambil menunjuk gambar stiletto merah yang tercetak di majalahnya.
“Minta di bully lo sama Miss Crystal?” ejek Airi.
“Just kidding, Ri…” Mita melihat jam tangannya, nyaris pukul Sembilan. “Ke kelas yuk, 10 menit lagi kelas kita mulai.” Ajak Mita.
*****
Hujan sempat mereda disiang hari dan kembali turun bahkan lebih lebat dari tadi pagi di sore hari.
“Ri, yakin ga mau nebeng gue? Ujannya gede banget lho!” tawar Mita sekali lagi.
“Lo kira si Nico ga punya mobil?” sindir Airi.
“Yah, siapa tau dia lebih seneng gue yang anterin lo pulang gitu. Ujan-ujan pula.” Bela Mita.
“Ga mungkin banget. Udah sana lo duluan aja. Nico lagi di jalan kok.” Usir Airi.
“Oke. Selamat menunggu sang kekasih.” Ucap Mita sambil berjalan menuju mobilnya.
Mita berjalan santai menuju mobilnya, namun ada yang aneh. Ban depannya terlihat kempes parah. Mita mempercepat langkahnya dan benar saja, dua ban depannya kempes benar-benar kempes.
“Perasaan tadi pagi fine-fine aja deh ban nya? Kenapa bisa?” Tanya Mita dalam hati.
Mita melihat ban belakangnya. “Astaga! Gila, ban mobil gue kempes empat-empatnya!” gerutu Mita.
Mita melihat sekeliling dan melihat Crystal and the gank sedang tertawa terbahak-bahak.
“Ampuunnn… Salah apa gue sampe dikerjain abis-abisan kayak gini?” keluh Mita.
“Sama Crystal ya?” tanya seseorang.
Mita menengok ke arah datangnya suara dan ia melihat seorang cowok ganteng dengan tinggi badan sekitar 175cm berdiri disampingnya sambil memperhatikan ban mobilnya yang kempes.
“Ga tau deh gue. Sumpah sial banget gue hari ini. Ada aja ya kejadian kayak gini?” Mita semakin mengeluh sejadi-jadinya.
“Terus rencana lo gimana sekarang?” tanya cowok itu.
“Bokap lagi ke luar kota, ya naik taksi. Mobil gue tinggal, besok pagi gue kesini sama montir.” Jawab Mita sambil manyun.
“Rumah lo dimana?” tanya cowok itu.
“Bintaro.” Jawab Mita.
“Oke, ayo gue anter. Sekalian lewat.” cowok itu menawarkan bantuan.
“Serius lo?” tanya Mita tak percaya.
“Udah ayo naik!” ajak cowok itu dan Mita pun naik ke mobil fortuner cowok itu.
Sementara itu Crystal wajahnya berubah merah saking emosinya melihat gebetannya sejak SMA mengantar cewek yang baru saja dikerjainya. Crystal mengamuk tak karuan di kantin dan membanting gelas serta piring yang bisa ia jangkau.
Mahasiswa yang masih berada dalam kantin, mendadak berlari menjauhi kantin. Bukan hal yang biasa Crystal mengamuk. Ini sudah entah yang kesekian kalinya Crystal mengamuk. Camille memanggil salah satu penjaga kantin dan meminta bon kerugian yang diderita. Tak berapa lama penjaga itu kembali dan menyerahkan bon barang-barang yang dipecahkan Crystal.
Camille membuka dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang 50ribuan dan memasukkan bon itu kedalam dompetnya. Bon itu akan ia serahkan ke mama Crystal dan meminta ganti rugi akibat ulah anaknya.
“Dari pada lo ngamuk, mendingan sekarang pulang yuk. Gue kerumah lo deh.” Bujuk Camille.
“Gue lagi ga mood nyetir!” bentak Crystal.
Camille memutar bola matanya. Kesal memang, tapi begitulah watak Crystal. Anak semata wayang yang sangat dimanja.
Camille menghubungi supirnya dan menyuruh si supir menjemputnya di rumah Crystal jam 8 malam. “Sini kunci mobil lo! Manja…” ejek Camille jutek.
Mita dan cowok tadi baru saja akan keluar dari parkiran dekat kantin. Cowok itu menghentikan mobilnya di pos jaga.
“Pak, saya titip mobil temen saya ya. Itu yang yaris warna item.” Pinta si cowok pada petugas penjaga parkir.
“Emang kenapa, de?” tanya si bapak.
“Ban mobilnya kempes, lupa bawa ban serep. Nginep aman kan, pak?” jawab si cowok itu.
Mita melihat cowok itu hendak mengeluarkan uang dari dompetnya. Tapi Mita buru-buru mengambil uang 50ribuan yang ada di saku mantelnya.
Mita spontan menghalangi cowok itu dengan separuh badannya. Mita memang belum mengenakan sabuk pengaman. Alhasil terjadi pemandangan yang kurang sedap dipandang. Mita membungkuk dengan posisi melintangi cowok itu, tangannya menjangkau pintu mobil disamping cowok itu. Cowok itu terlihat agak excited melihat pemandangan didepannya. Lalu Mita memberikan uang itu kepada si bapak penjaga. “Buat ongkos jagain mobil saya pak.” Ucap Mita.
“Ya, tapi ga usah sampe begini kali non.” Si cowok itu protes.
Mita yang sadar apa yang baru saja ia lakukan langsung duduk kembali ke bangkunya dan langsung mengenakan sabuk pengaman. Mita tertunduk malu. Mungkin wajahnya saat ini memerah seperti kepiting rebus. Dalam hati ia mengutuki kebodohan yang baru saja ia lakukan.
“Gue sih sebenernya ga masalah lo mau berapa lama di depan gue tadi. Cuma, rambut lo nyolok mata gue.” Kata si cowok itu nakal.
Kedua alis Mita bertaut, bibirnya sedikit mengerucut. Agak marah namun ia tahan. Mita mengeluarkan senyum terpaksa. “Maaf ya, spontan!” Mita pun meminta maaf walau sebenarnya agak enggan.
Di perjalanan, di dalam mobil…
“Gue belum tau nama lo.” Kata si cowok.
“Oh, iya. Nama gue Mita. Lo?” Mita memperkenalkan diri dan menanyakan nama si cowok itu.
“Gue Shin Oguri. Lo bisa panggil gue Shin.” Jawab si cowok itu yang rupanya bernama Shin.
Mita spontan memperhatikan wajah cowok disampingnya dengan saksama. Rambut lurus, mata sedikit sipit tapi tidak terlalu sipit seperti Lee Joon Ki actor korea atau pembalap moto GP asal Jepang Hiroshi Aoyama.
Mita teringat tokoh komik favoritnya, Tomoya Minami, salah satu tokoh utama dalam komik Love Km yang keren dan imut itu. Sangat mirip, tapi tentu saja yang asli ini lebih ganteng.
“Lo orang Jepang ya?” tanya Mita.
“Iya. Nyokap gue blasteran Jepang-Kanada, bokap gue blasteran Jepang-Indonesia” Jawab Shin bangga.
“Lo bisa bahasa Jepang?” tanya Mita penasaran.
“Bisa. Gue setiap tahun pulang ke Jepang kok.” Shin menjawab sambil tersenyum pada Mita.
“Bonyok lo tinggal disini?” tanya Mita lagi.
“Engga. Dua-dua nya di Tokyo.” Jawab Shin.
“Terus lo tinggal di Jakarta sama siapa?” Mita terus bertanya sambil memperhatikan Shin menyetir.
“Sama nenek gue dari bokap” Shin menjawab.
“Kenapa lo tinggal di Indonesia? Bahasa Indonesia lo lancar banget malahan.” Mita masih belum puas bertanya.
“Gue dari SD tinggal di Jakarta. Udah 10 tahun lebih gue tinggal di Jakarta. Lagi pula gue udah betah banget di Jakarta.” Shin pun masih dengan sabar menjawab.
“Oooo… bulet.” Hanya itu yang bisa Mita katakan.

Rabu, 21 Juli 2010

When Love Asked By Sincerity Chap. 1

Chapter One
Bulan September, musim mulai berganti menjadi musim penghujan.
“Pagi yang mendung…” keluh Mita pagi itu sebelum ia berangkat ke kampusnya.
Mita kembali ke kamarnya, mengambil tas, beberapa buku, dan sketch booknya. Mita seorang mahasiswi jurusan Fashion Design di salah satu kampus terbaik di Jakarta dan ia adalah salah satu dari yang terbaik yang diterima di kampus itu melalui program beasiswa.
Mita hendak keluar dari kamarnya tapi ia mengurungkan niatnya karena ia terlupa sesuatu, mantel dan payungnya. Pasti akan turun hujan lebat jadi apa salahnya kalau sedia payung sebelum hujan? Batin Mita dalam hati.
Mita pun menutup pintu kamarnya dan turun kebawah. Papa, Mama, serta adiknya sudah memulai sarapan mereka dan Mita langsung duduk di samping adik perempuannya yang sekarang sedang sibuk untuk menghadapi ujian akhir yang bagi kebanyakan siswa adalah neraka.
“Kakak, kamu bisa anterin Cezy ke sekolah ga? Papa harus ke Bekasi pagi ini.” Tanya papanya pada Mita.
“Ga masalah. Aku juga lagi ga buru-buru kok, pa.” jawab Mita.
Cezy adik Mita yang sedari tadi was-was menghembuskan nafas lega karena akhirnya ada yang mengantarnya ke sekolah pagi ini. Pacarnya yang biasa menjemputnya setiap pagi sedang berada dirumah sakit karena terkena DBD, dan papa yang biasanya mengantar Cezy kalau pacarnya tak menjemput harus ke Bekasi pagi ini. Dan Mita biasanya selalu terburu-buru setiap pagi karena ia harus tidur hingga larut malam hanya untuk menggambar design baju, untungnya pagi ini sedang santai.
“Tumben-tumbenan nyantai ka?” tanya Cezy berbasa-basi.
“Bisa gila gue kalo ada tugas melulu. Ngerti juga kali dosen gue, engga kayak guru SMA lo yang ga mau tau!” jawab Mita. “Udah yuk, ntar lo telat lagi.” Ajak Mita.
Mita pun menutup sarapannya dengan meminum segelas caramel coffee dan mengambil Tupperware setnya yang sudah disiapkan oleh mamanya.
“Mita, itu mama buatin caramel coffee lebih ditermosnya ya.” Mama Mita mengingatkan.
“Oke, ma. Makasih ya ma, aku sama Cezy berangkat dulu.” Mita akhirnya pamit dan mencium tangan mamanya.
Mita menyalakan mesin Yaris hitamnya dan memanaskan mesinnya sebelum benar-benar melesat ke sekolah Cezy dan kampusnya. Setelah dikira cukup, Mita membaca basmalah dan dengan hati-hati mengemudikan mobilnya menuju sekolah adiknya.
*****
Begitu tiba di kampus, hujan mulai turun. Mita pun memarkir mobilnya dekat kantin karena kelasnya kebetulan berada di belakang kantin. Hari itu Mita memakai jeans acid wash dan kaos ketat lengan panjang berwarna putih yang menonjolkan lekuk tubuhnya yang selalu ia rawat sejak SMP. Karena sedang musim penghujan, Mita memutuskan memakai boot kulit berwarna cokelat tua dan mantel panjang selutut berwarna senada. Rambutnya yang ikal panjang ia biarkan terurai.
Mita mengambil tas dan buku-bukunya, lalu ia mengambil payung berwarna transparent oleh-oleh mamanya saat mamanya sedang dinas ke Jepang beberapa tahun silam. Mita pun keluar dari mobilnya dan berjalan santai menuju kantin.
Setiba dikantin, teman sekelasnya sudah menunggunya sambil menikmati coklat panas. Melihat temannya menikmati coklat panas, ia teringat termos berisi caramel coffee yang disiapkan mamanya tadi pagi. Mita pun menitipkan tas dan bukunya pada temannya dan berjalan kembali menuju mobilnya.
Tak disadari, sekelompok cewek-cewek yang terkenal suka mem-bully adik kelasnya memperhatikan Mita dengan tampang muak. Cewek-cewek itu biasa saja, tapi kekayaan mereka yang tidak biasa. Leader genk itu, ayahnya adalah pemilik beberapa apartemen, hotel, serta mall di Indonesia. Cewek itu bernama Crystal. Cukup tau saja ia bernama Crystal, tak perlau tau embel-embel nama yang menyertainya karena hanya akan membuat lidah keseleo.
“Girls, lo tau siapa cewek yang make sepatu boot itu?” tanya Mita kepada teman-temannya.
“Hello, madame! Lo ga tau siapa dia?” sindir Camille dengan nada lebay.
“Haruskah gue tau?” Crystal bertanya balik.
“So, kenapa lo nanyain dia?” Camille tak mau kalah.
“Ah, elah… Lenje lo. Tinggal jawab siapa namanya aja bawel!” omel Crystal akhirnya.
“Yeh, nenek. Dia itu Mita, yang masuk ke kampus kita ini lewat program beasiswa. Masih junior banget, baru semester satu.” Jawab Camille mengalah akhirnya.
“Miskin dong?” tanya Crystal frontal.
“Kalo mau nanya kayak gitu, sama Donald Trump aja sana. Look at what she wears, apakah terlihat beli di Pasar Uler? Sepatunya apa kayak beli di tampur? Payungnya kayak boleh nemu di tong sampah? Mobilnya panther tahun jebot?” jawab Camille benar-benar lebay kali ini.
“Ga ada yang boleh lebih tajir dari gue!” teriak Crystal hingga seluruh kantin sepi sejenak.

Senin, 19 Juli 2010

Fan Fiction : Joongie (Sekuel)

Hay, masih ingat aku?? Aku Ayu, teman kecil Joongie dan Joongie memanggilku Yeppo.

Hari ini aku mendapat e-mail dari Joongie bahwa ia telah pulang ke Korea dan akan langsung mengunjungi makam sahabatnya almarhum Park Yong Ha bersama Junsu dan Yoochun. Aku hanya bisa mengucapkan turut berduka cita atas berakhirnya hidup alm. Yong Ha. Tentunya amat disayangkan mengingat almarhum mengakhiri hidupnya dengan cara yang begitu tragis yaitu bunuh diri.

Aku teringat saat aku sedang dalam perjalanan menuju Vancouver, Joongie mengirim e-mail padaku yang berisi bahwa ia ingin ke pulang ke Korea pada detik itu, ingin melihat sendiri bagaimana keadaan alm. Yong Ha dan berharap semua itu bohong dan hanya untuk mengerjainya agar ia pulang ke Korea.

Lalu aku pun menelponnya, dan di telpon suaranya begitu memilukan mengiris-iris hatiku. Aku tak sanggup mendengarnya dan akhirnya aku hanya berkata, “Ikhlaskanlah Joongie, mudahkanlah ia menghadap Tuhan..” dan telpon diputus olehnya. Setelah itu baik aku dan dia tak bertukar e-mail.

Sampai akhirnya Yunho menelponnya. Aku tak tahu apa yang membuatnya begitu gembira saat Yunho menelponnya, karena akhirnya Joongie mengirimiku e-mail yang berisi “Yunho menelponku!”. Sebagai Cassie aku tahu bahwa mereka dikabarkan menjalin hubungan special dan aku biasa saja menanggapi hal itu walau terkadang aku iri dan kesal dengan Yunho. Seperti yang kalian tahu, aku mencintai Joongie.

Aku tahu Joongie sedang stress berat, banyak masalah yang harus segera ia selesaikan. Belum selesai masalah dengan SM, ia harus mendengar kematian sahabat tercintanya. Bila aku jadi Joongie, mungkin aku akan menyusul alm. Yong Ha, tapi tidak Joongie, jangan pernah kau lakukan itu! Jangan! Banyak yang mencintaimu, termasuk aku, Yeppo, sahabatmu.

*****

Joongie mengirimiku e-mail lagi bahwa ia menangis di makam alm. Yong Ha, ia benar-benar tak percaya bahwa di hadapannya adalah makam sahabatnya. Oh, Joongie, jangan seperti itu aku mohon. Joongie, aku tahu bagaimana perasaanmu. Ayo Joongie, kau adalah laki-laki yang hebat dan kuat, tabahkan hatimu, ok?!

Joongie, kembalilah jadi dirimu yang selalu ceria!

Aku jadi teringat bagaimana Yunho mengirimiku e-mail untuk menasehati Joongie agar tidak menganggunya sedang interview. Oh, Tuhan, Joongie!! Kenapa kau masih saja iseng? Ayolah, dewasa sedikit. Kau tau, aku melihat videonya saat kau menganggu Yunho, juga saat Junsu dan Yoochun sedang mengobrol asik. Hey, Joongie, kemanakah dirimu yang seperti itu?

Aku juga jadi teringat saat kita piknik dulu, kau berbicara dengan sapi yang sedang makan. Kau meminta susu segar darinya. Astaga Joongie, kau membuatku tertawa hingga terguling-guling dan jatuh ke parit saat itu. Dan kau hanya bisa berkata, “Aigo, babo Yeppo!” bukannya menolongku.

Joongie, ayolah kembali semangat seperti dulu. Seperti saat kau dengan Changmin, berlari kesana kemari, saling memukul, bekejaran tiada henti, dan tertawa sangat keras. Rasanya aku ingin sekali mempertemukan Joongie dengan Changmin saat ini, hanya untuk membuat Joongie tertawa dan bercanda lepas.

Pikiranku kali ini dipenuhi dengan sahabatku yang menolak cintaku, Kim Jae Joong, seorang bintang besar yang bersinar paling terang bak bintang kejora, bahkan terangnya melebihi komet. Kau benar-benar seorang bintang, karena kau mengeluarkan cahayamu sendiri, bukan memantulkan sinar matahari. Maksudnya, kau bersinar bukan karena orang lain, tapi karena memang dirimu hebat Joongie!

Ingin aku ke Korea menemanimu saat ini. Disaat Yunho tak bisa ada disampingmu karena SM keparat itu, aku ingin sekali menggantikannya. Hah, lagi-lagi Yunho. Yunho, Yunho, dan Yunho. Yunho yang membopongnya kerumah sakit saat tiba-tiba Joongie jatuh saat latihan dan harus di operasi, Yunho yang menjemputnya di kantor polisi saat Joongie mabuk dan mengendarai mobil, dan Yunho orang pertama yang akan kau peluk disaat-saat terindah dalam hidupmu. Aku benar-benar iri pada Yunho.

Tapi, rasanya aku akan merestui hubungan mereka kalau itu benar. Habis, melihat mereka di youtube rasanya mereka adalah pasangan paling serasi sejagat raya walapun itu harus melanggar kodrat Tuhan. Tiap kali melihat e-mail Joongie yang selalu ceria saat ia berada dengan Yunho rasanya aku tak bisa untuk tidak meresetui mereka karena Joongie terlihat sangat bahagia dengan Yunho.

Yunnie, bisakah kau membahagiakan Joongieku, Joongie para Cassie, Joongie semua orang dan mungkin Joongiemu?? Bisakah kau berjanji pada kami semua bahwa kau akan menjaga Joongie kami satu-satunya yang ada di dunia ini?? Bisakah dan maukah??

Aaaah, aku benar-benar ingin ke korea, bertemu dengan Yunho dan kemudian memanggil Joongie agar mereka bisa bertemu. Hey kau Soo Man, kau itu lebih pantas bernama See Loo Man (baca : Siluman), berani-beraninya kau memisahkan Dong Bang Shin Ki kami, memisahkan Joongieku dan Yunho. Aku akan mengutukmu, lihat saja kau akan dipisahkan oleh orang-orang yang paling kau sayangi di dunia ini dengan cara yang lebih tragis (astaga, jiwa iblisku keluar).

Bisakah aku membatalkan janji dengan para klienku dan menundanya sampai Joongie kembali kuat? Sumpah, aku ingin berada di sisi Joongie saat ini. Aku ingin membawanya ke Indonesia diam-diam dan menginapkannya dirumahku untuk menenangkan diri untuk beberapa waktu. Joongie bisa menceritakan semua masalahnya pada ibuku dan juga aku. Oh, bisakah??

Oke, perjalanan bisnisku akan selesai dalam waktu dekat. Aku ada liburan, dan aku akan memanfaatkan liburan itu untuk bertemu dengan Joongie, sahabatku!

*****

Akhirnya perjalanan bisnisku selesai, dan aku akan terbang ke Soul saat ini juga. Aku sedang berada di bandara, dan aku akan menuju bandara Incheon. Aku akan memberikan kejutan pada Joongie, tenang saja Joongie ada di Korea kok!

Aku tak sabar bertemu dengan Joongie, Junsu, dan Yoochun. Dan aku akan bertemu dengan Yunho juga secara diam-diam tanpa sepengetahuan Joongie. Changmin? Dimana dia? Oh iya, ia sangat sibuk di Jepang.

Pesawatku mendarat mulus di bandara Incheon, dan kalian tau, Junsu dan Yoochun ternyata menjemputku. Haha, mereka pandai sekali menyamar. Yoochun menjadi supir taksi dan Junsu menjadi asistenku yang bertugas menjemputku. Dan untung sekali mereka tak menarik perhatian. Aku acungkan 4 jempol untuk mereka berdua.

“Annyonghaseo, Noona!” sapa Yoochun saat aku memasuki mobil bersama Junsu.

“Long time no see, Yoochun.” Balasku. “Dan kau, Junsu. Kau manis sekali.” Tambahku pada Junsu dan Junsu hanya bisa tersenyum manis membuat dirinya terlihat makin cute.

“Bagaimana kabar Joongie?” tanyaku pada mereka berdua.

“Noona lihat saja nanti bagaimana frustasinya ia..” jawab Junsu karena Yoochun sedang focus menyetir.

Aku hanya bisa tersenyum dan berharap Joongie baik-baik saja.

“Noona, apa yang membuatmu ke Korea?” tanya Junsu lagi.

“Tentu saja aku ingin bertemu Joongie. Kau ini bagaimana sih?” jawabku sambil mencubit Junsu.

Junsu meringis kesakitan tapi aku malah tertawa melihatnya kesakitan dan Yoochun terlihat kurang senang melihat Junsu kesakitan.

“Ya, Yoochun! Kenapa kau? Kau tidak suka ya melihat kekasihmu aku cubit?” ledekku pada Yoochun. Yoochun terlihat salah tingkah.

“Mwo?? Aku?? Dia dipeluk Joongie pun aku tidak akan mempermasalahkan.” Jawabnya sedikit melenceng dari pertanyaanku dan aku hanya bisa tersenyum licik mendengarnya dan tidak ingin memperpanjang masalahnya.

“Junsu…” panggilku pada Junsu.

“Ye?” jawab Junsu memenuhi panggilanku.

“Kau ini babo ya?” tanyaku.

“Waeyo? Kenapa kau mengataiku babo, Noona?” Junsu bertanya balik dan memasang tampang tidak senang aku katai babo (bodoh).

“Kenapa kau masuk rumah sakit? Meresahkan masyarakat saja kau.” Jawabku sekenanya, padahal aku merasa bersyukur Junsu masuk rumah sakit, kalau tidak Yunho mungkin tidak akan menelpon Joongie.

“Mwo?? Kau…!!!” Junsu tak bisa meneruskan kata-katanya karena Yoochun menatapnya dari spion mobil. Lagi-lagi aku hanya tersenyum menggoda.

Tak terasa aku sudah tiba di apartemen Joongie, Junsu, dan Yoochun. Aku pun membiarkan Junsu dan Yoochun membawa barang bawaanku. Aku melenggang dengan penuh semangat menuju kamar apartemen mereka dan kudengar Junsu dan Yoochun dibelakangku mengelih tiada hentinya karena barang bawaanku yang banyak dan berat. Hahahaha… (evil laugh ala Changmin)

Aku tiba di depan pintu kamar mereka bertiga dan aku memencet bel, terlihat Junsu dan Yoochun yang kelelahan membawa barang bawaanku di kedua sisiku. Pintu dibuka, aku lihat Joongie yang membukakan pintu dan langsung saja aku menyambar Joongie dan memeluk Joongie.

“Surprise…!!!” teriakku.

Joongie hanya membatu. Sepertinya ia tidak percaya bahwa aku mengunjunginya di Korea. Aku memukul kepalanya.

“Ya, Joongie! Kau tidak sopan pada Noonamu, ya!” aku memukul Joongie sambil meneriakinya.

Joongie mengelus kepalanya. “Aigoo, Yeppo! Kenapa kau memukulku?” Joongie mengeluh dan aku langsung saja duduk di ruang tamu tanpa izin. “Dan siapa yang mengizinkanmu duduk?” teriaknya balik.

Lalu aku berdiri, berjalan menuju barang bawaanku yang tergeletak begitu saja dilantai. Sambil berkacak pinggang aku berkata, “Ckck, Yaaa Yoochun, Junsu… Kalian ini! Hanya membawa barang sedikit seperti ini saja sudah kelelahan.” Junsu dan Yoochun protes, tapi aku tidak mendengarkan.

Aku mengambil 3 goodie bag dan kembali duduk dengan manis diruang tamu.

“Junsu, Yoochun, Joongie.. Kemari kalian!” teriakku memanggil mereka bertiga dan mereka duduk dengan malas di hadapanku.

“Untuk Junsu… Yoochun… dan Joongie! Bukalah… Mungkin pemberian ku ini tak seberapa ya mungkin saja gajiku sebulan sama saja dengan gaji kalian manggung setengah jalan.” Ucapku pada mereka bertiga dan mereka nampak terkejut.

“Setengah jalan?” tanya Yoochun.

“Iya setengah jalan, mungkin bayaran kalian baru berangkat ke tempat show kalian.” Jawabku.

“Aigoo kau Noona. Yang ada kami tidak dibayar!” protes Junsu.

Tapi aku hanya memperhatikan Joongie yang benar seperti apa yang di katakan Junsu di jalan bahwa Joongi terlihat begitu frustasi. Aku pun akhirnya menarik Joongie untuk berbicara berdua dengannya. Junsu dan Yoochun tidak tampak protes, bahkan mereka sedang mengamati hadiah dariku. Ah, hanya jam couple Alexander Christie yang memang murah. Tapi sepertinya mereka senang karena mendapat gratisan dariku.

“Joongie, duduklah.” Suruhku dan Joongie duduk dengan anggunya di bangku balkon.

Dan entah ada angin apa aku memeluknya lagi, lebih erat kali ini dan aku tak ingin melepaskannya. Lalu ada cairan hangat yang tiba-tiba membanjiri pundakku. Oh rupanya Joongie menangis karena terdengar isakan kecil dari mulut Joongie. Aku memeluknya semakin erat dan mengelus punggungnya.

“Menangislah Jae, menangislah sepuas hatimu! Keluarkan segala kesedihanmu, Jae!” ucapku memberikan semangat pada Jae, mungkin salah karena aku malah memberikan semangat agar Joongie menangis lebih keras.

Demi Tuhan, aku hanya ingin meringankan penderitaannya. Aku ingin ia membagi separuh dari bebannya padaku dan mungkin pada cassie, kepada para pendukungnya. Oh, Boojae, kau tau aku dan para Cassie sangat mencintaimu.

Dan Joongie menangis semakin keras dan tak berhenti di pundakku sampai-sampai Junsu dan Yoochun datang. Mereka berdua datang juga dengan tampang yang sangat jelek karena menangis. Aku juga sampai menitikkan air mata saking terharu dan terbawa oleh emosi mereka. Andaikan ada Jasper (Twilight saga), pasti mereka sudah tenang sekarang.

Junsu dan Yoochun ikut memelukku dan Joongie sambil menangis penuh haru dan aku bisa mengerti bagaimana perasaan mereka. Mereka lelah ingin mengakhiri semua ini. Ingin cepat-cepat menyelesaikan masalah mereka dengan SM keparat itu dan kembali berlima dengan Yunho dan Changmin pastinya. Aku tau mereka semua shock mendengar kepergian Alm. Park Yong Ha yang tiba-tiba dan tragis. Kenapa rasanya masalah senang sekali mendatangi mereka??

“Kalian harus kuat! Para Cassie diluar sana mendukung kalian. Keluarga kalian, sahabat kalian, dan tentunya aku mendukung kalian dan selalu berdoa menjaga faith kalian agar kalian bisa kembali berlima.” Dan mereka malah menangis semakin keras bukannya menjadi tenang.

Aku pun akhirnya membiarkan mereka menangis. Menangis sepuas hati mereka. Dan tangis mereka bertiga sedikit mereda. Aku membawa mereka bertiga keruang tamu, mendudukan mereka disisiku dan tetap merangkul mereka membiarkan air mata mereka membasahi kemeja merahku.

“Aku merindukan Changmin.” Ucap Yoochun sambil terisak.

Bagaimana tidak, mereka berdua suka makan bersama di malam hari. Yoochun selalu mengajak Changmin untuk makan di malam hari, pastilah ia sangat merindukan Changmin.

“Aku juga…” ucap Joongie. “Aku rindu menjadi soulfighter dengannya..” terusnya, lalu Junsu memukulnya.

“Babo, kau, hyung!” ucap Junsu sambil memukul kepala Joongie.

Aku mengelus kepala Joongie yang tadi dipukul oleh Junsu. Aku ingin tertawa sebenarnya, tapi mana bisa aku tertawa disaat seperti ini. “Sudah! Aku tau kalian sangat merindukan Chang Min si bontot yang doyan makan, kuat, dan tinggi seperti tiang listrik.” Ucapku.

Lalu mereka malah kembali menangis aku berkata seperti itu. Astaga… Aku salah lagi rupanya. Fufufufufu..

Kemudian sampailah pada saat Joongie berkata…

“Aku sangat merindukan Yunho…” ucapnya dengan penuh kepiluan dan kerinduan yang mendalam. Junsu dan Yoochun berhenti menangis mendadak, lalu bangkit dan kini mengapit Joongie, menjauhkan Joongie dari rangkulanku.

“Hyung… Percayalah, kami tau apa yang kau rasakan pada Yunho. Kami juga merindukan Yunho-Hyung walaupun tak sehebat kau!” ucap Yoochun member semangat pada Joongie.

Aku hanya bisa terdiam. Ternyata oh ternyata, Yunjae is real?? Aku tak percaya mendengarnya tapi aku harus percaya. Dan mereka tak mempermasalahkan kalau Joongie dan Yunnie memiliki hubungan special yang serius. Dan bagaimanakah Yunjae bisa hidup terpisah lama seperti ini??

“Aku ingin memasak untuk Yunho, aku ingin memeluk Yunho, aku ingin melihat Yunho menari… aku ingin Yunho…” rajuk Joongie pada Yoochun dan Junsu yang memeluknya semakin erat.

“Hyung….” Hanya itu yang bisa terlontar dari mulut Junsu dan Yoochun.

Lalu aku kedapur, membuka kulkas, mengambil sekotak jus, lalu mengambil 4 gelas bersih dan membawanya dengan baki keruang tamu. Aku jadi merasa seperti tuan rumah seperti saat mereka mengunjungiku di LA waktu itu. Aku menuangkan jus ke 3 gelas pertama dan memberikannya pada Junsu, Yoochun, dan Joongie agar setidaknya mereka lebih rileks. Lalu aku menuangkan jus untuk gelasku dan menenggaknya dalam satu tegukan.

Aku punya ide gila sekarang. Pokoknya harus hari ini tidak bisa ditunda. Akupun ke kamar mandi, menguncinya dan memastikan pintu benar-benar terkunci dan aku menghubungi Yunho. Ya, Yunho mengangkatnya.

“Yoboseo…” ucapnya diseberang telepon.

“Yoboseo… Yunho?” tanyaku.

“Ye.. Noona??” tanyanya memastikan.

“Ye, aku Yeppo. Apa kabar?” aku pun sedikit berbasa-basi pada Yunho. Kemudian aku ke topic utama.

“Aku baru tiba di Korea, bisakah kita bertemu?” tanyaku to the point dan sedikit berbohong. “Aku tak bisa bertemu dengan Boojae hari ini, makanya aku ingin bertemu denganmu saja.” Tambahku benar-benar berbohong.

Dan akhirnya Yunho menyuruhku ke apartemennya. Aku pun datang kesana dan meminta izin pada Jaechunsu sambil berbohong kepada mereka. Aku berkata pada mereka harus bertemu dengan sahabat lama di Seoul, karena hanya bisa kutemui hari ini. Padahal kalau Joongie berpikir jernih pasti ia akan langsung tahu bahwa aku berbohong. Sahabatku hanyalah Joongie seorang di Korea.

Aku tiba di apartemen Yunho dengan segera dan dengan sedikit acting aku akhirnya bisa membawa Yunho ikut denganku. Aku berkata, “Yunho, Joongie sedang sekarat di apartemennya…” hanya kata-kata itu dan Yunho langsung menarikku pergi dari depan pintu dan membawaku kembali ke apartemen JaeChunSu.

Terkejutlah Junsu yang membuka pintu dan tak sanggup berkata-kata. Lenganku masih dalam genggaman Yunho, kali ini dia lebih erat mengenggam tanganku. Aku tahu, ia sangat gugup bertemu dengan Joongie dan benar-benar telihat dari genggaman tangannya yang mengeras. Aku menahan rasa sakit karena sepertinya Yunho bukan mengenggam tanganku tapi meremas tanganku. Untunglah ia bukan Joongie yang bisa meremas apel dengan tangannya, karena kalau ia, hancur sudah tangan kananku.

Yunho pun mengendurkan remasannya dan tiba-tiba saja ia melepaskan remasannya begitu saja dan langsung jatuh bersujud disisi Joongie yang tertidur pulas mungkin karena lelah habis menangis. Terlihat dari bekas butiran air mata yang di sekitar pipi Joongie.

Aku benar-benar tak bisa dan tak mengerti apa yang dirasaka oleh Yunho saat ini. Ia hanya diam memandangi Joongie dan hanya Joongie yang ia pandang dengan tatapan yang begitu lembut. Barulah kini aku benar-benar percaya kalau Yunjae is real, karena aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Aku sedikit terperangah memang, namun Junsu langsung menarikku keluar dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya didalam.

“Ya, Junsu.. kenapa kau menarikku?” tanyaku kesal.

“Kau membawa kami dalam masalah besar, Noona.” Omelnya.

“Bukan aku yang membawa Yunho kemari, dia yang menarikku!” aku protes sambil menarik tanganku yang di genggam keras oleh Junsu.

Yoochun pun keluar. “Sudahlah, Sue. Nasi sudah menjadi bubur. Dan kau tau, Yunho akan bergabung dengan kita menggugat See Loo Man itu!” ucap Yoochun yang dibalas dengan teriakan “Mwo” aku dan Junsu berbarengan saking kagetnya.

Aku menerobos mereka berdua dan melihat Yunho dan Joongie sedang berpelukan dengan mesra. Dan aku mendengar Yunho berkata, “Aku akan menghubungi Chang Min hari ini juga dan menyuruhnya pulang ke Korea secepatnya. Tak peduli berapa banyak uang yang akan kita bayar pada SM, karena SM akan kehilangan mesin pencetak uang yang sangat berharga. Kita akan mencetak uang untuk kita sendiri.”

Aku tak percaya… Begitu besarnya kah cinta Yunho dan Jaejoong? Dan begitu besarnya kan jalinan persaudaraan yang terbentuk diantara mereka berlima? Ya Tuhan, hari ini aku Ayu berani bersumpah, “Aku akan mencintai TVXQ sampai mati.” Lalu aku menangis.

*****

Dua tahun kemudian…

Backstage Tokyo Dome..

“Noona, kau datang?” ucap Joongie bahagia dan lebih bercahaya ketimbang dua tahun lalu di Korea.

“Tentu saja! Mana mungkin aku melewatkan konser tunggal keempat kalian memperingati comebacknya kalian?” ucapku pada Joongie tercintaku dan juga member TVXQ yang lain.

“Kamsahamnida, Noona.” Serobot Yunho. “Kalau kau tidak datang hari itu, mungkin kami akan tetap terpecah menjadi HoMin dan JaeChunSu atau bahkan kami bahkan benar-benar terpisah sendiri-sendiri…” lanjut Yunho.

“Mianhe telah merepotkanmu, Yeppo! Mianhe…” Joongie tiba-tiba memelukku.

“Joongie… kenapa minta maaf?” ucapku pada Joongie.

“Aku tidak bisa menjadi oppa yang baik untukmu dan aku tak pernah bisa memanggilmu jagiya…” jawabnya sedih dan aku jadi teringat pengakuan cintaku pada Joongie.

Tapi tunggu! Mwo?? Jagiya?? Aku juga tidak mengharapkan menjadi kekasih Boojae. Hanya dengan melihatnya tertawa bahagia bersama member TVXQ lainnya sudah membuatku bahagia. Hanya dengan melihat Joongie kembali ceria dan lucu seperti saat adegan NG di Banjun Theater episode King’s Man dimana Joongie menjadi ratu dan ia terjatuh karena tersandung rok yang ia pakai sampai-sampai membuat raja terguling-guling jatuh dari tangga, aku sangat bahagia dan merindukan tingkah konyolnya di layar kaca.

“Noona, dengar! Aku akan menikah dengan Yunnie, dan hari ini kami akan mengumumkannya…” Joongie memberitahku dengan wajah memerah.

Aku hanya bisa terdiam mendengar pengakuan Joongie.


Fin

Fan Fiction : Joongie

Aku sedang menunggu keberangkatan pesawat yang delay 1 jam dari waktu yang seharusnya sambil menyesap black coffee dan cheese donut yang tadi ku beli sebelum pemeriksaan tiket pesawat. Aku akan terbang ke LA 1 jam lagi dari Jakarta. Aku ada perjalan bisnis selama sepekan di LA, sepekan di NY, sepekan lagi di Vancouver.

Sambil menunggu aku bersurfing ria dengan PDA O2 ku yang sudah berusia hampir 2 tahun. Entah mengapa aku sedikit sungkan untuk mengganti dengan smartphone terbaru seperti label Blackberry atau iPhone. Laptopku memang macbook dan sebenarnya ada BB storm di koperku, namun aku sedikit malas menggunakan 2 ponsel.

Aku membuka blog kesayanganku yang membahas tentang Dong Bang Shin Ki, boyband favoritku. Alangkah terkejutnya aku membaca berita bahwa JYJ (Jaejoong, Yoochun, Junsu) juga akan terbang ke LA hari ini. Dan lagi aku dikejutkan dengan sebuah e-mail masuk dari Joongie yang mengabarkan bahwa ia akan berangkat hari ini ke LA.

Kim Jae Joong, atau Joongie aku memanggilnya adalah sahabat lama ku waktu aku masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Aku memang orang Indonesia asli. Ibuku orang Solo dan ayahku orang Melayu Sumatera. Ayahku bekerja di kedubes, dan saat aku berusia 12 tahun aku dan keluargaku terpaksa pindah ke Korea selama 3 tahun karena pekerjaan ayahku. Saat itulah pertama kali aku bertemu dengan Joongie.

Joongie sangat cantik. Aku akui, ia lebih cantik dariku padahal kalian tahu sendiri bahwa ia laki-laki tulen. Betapa innocent-nya ia. Semua orang iri dengan keakrabanku dengannya di SMP dulu. Ia pandai memasak dan penyabar. Sifatnya sangat keibuan. Tapi perlu aku tekankan, dia bukan banci! Dia juga sangat jago berkelahi.

Pernah suatu hari saat aku pulang terlambat karena dihukum oleh guru Sejarah, karena aku salah menjawab pertanyaan kapan Korea merdeka. Aku menjawab 17 Agustus 1945 yang adalah hari kemerdekaan Negara kita Indonesia. Betapa geramnya guru itu. Dan beliaupun menyuruhku untuk membaca buku sejarah Korea yang sangat tebal sampai selesai setelah pulang sekolah. Joongie menungguku di taman dekat sekolah sambil mendengarkan music dari walkman (dulu belum ada mp3 player atau ipod) sambil sesekali menggoyangkan badannya mengikuti hentakan lagu.

Saat aku menghampirinya yang sedang asik duduk di ayunan, 3 orang laki-laki yang kira-kira sudah SMA menghalangi jalanku. Aku pun berteriak dan Joongie langsung menghabisi ketiga laki-laki itu dengan gerakan yang sangat cepat dan ia langsung menggenggam tanganku dan menarikku berlari sangat kencang.

Setiba di depan rumah (rumahku dan Joongie berseberangan), kami tertawa mengingat kejadian tadi. Aku masih ingat, darahku berdesir mendengar tawa Joongie yang indah itu. “Joongie…” panggilku.

“Ye…” jawab Joongie.

“Gomawo sudah menyelamatkanku, dan miane sudah merepotkan dirimu.” Ucapku sambil membungkukan badan.

“Aaahh… jangan sungkan begitu, Yeppo-na. Kita ini kan bersahabat. Aku sudah menganggapmu sebagai adikku yang manis. Percayalah pada oppamu yang keren ini!” Joongie malah jadi membanggakan dirinya.

“Ya, Joongie! Apa kau lupa bahwa kau lebih muda dariku 10 hari? Harusnya kau yang memanggilku Noona, bukan aku yang harus memanggilmu oppa!” aku tak terima secara aku lebih tua darinya 10 hari.

“Aish, kenapa kau berteriak? Sekarang sudah malam, bagaimana kalau tetangga jadi merasa terganggu dengan suaramu yang berubah menjadi sangat cempreng 1 tahun ini. Seingatku waktu aku pertama kali berbicara denganmu, suaramu begitu pelan dan halus seperti salju. Sekarang suaramu sangat cempreng seperti Umma ku!” Joongie mengerecutkan bibirnya membuatku tak tahan ingin menarik bibirnya yang mungil itu.

Aku langsung lari masuk ke dalam rumahku sebelum Joongie sempat membalas kelakuanku tadi. Dan aku mendengar ia berteriak, “Ya… Yeppo! Awas kau besok!” dan esoknya tak ada kejadian apapun karena Joongie memang sedikit pelupa.

Seminggu setelah acara kelulusan di sekolah, kedua orang tua ku memutuskan untuk kembali ke Indonesia karena pekerjaan ayahku sebagai kedubes di Korea berakhir lebih cepat dari yang direncanakan. Dan aku pun harus berpisah dengan Joongie. Setelah itu, aku dan Joongie hanya berhubungan lewat e-mail sampai sekarang. Sudah hampir 3 tahun aku tak bertemu dengannya. Terakhir saat tiba-tiba ada kiriman dari Seoul yang isinya 2 tiket konser kelas VIP dan 2 tiket pesawat PP Jakarta-Seoul serta tiket reservasi hotel selama 1 minggu di Seoul yang dikirimkan Joongie untukku. Aku ingat, itu adalah The 2nd Asia Tour Concert “O” di Seoul. Aku datang bersama ibuku ke Korea karena aku bingung harus mengajak siapa lagi selain ibuku yang juga sudah sangat mengenal Joongie.

Tiba-tiba ada seorang laki-laki menggunakan headphone di kepalanya menghampiriku dan ibu. Ia memintaku dan ibu untuk mengikutinya. Karena aku tak mau terjadi apa-apa denganku dan ibu akhirnya aku menurut. Aku dan ibu dibawa ke ruang tunggu di backstage dan tak lama kemudian sesosok laki-laki yang sangat tampan masih dibanjiri keringat muncul begitu saja.

Laki-laki yang sangat cantik, bahkan lebih cantik dariku dan tingginya lebih tinggi 15cm dariku. 6 tahun aku meninggalkan korea dan sudah 6 tahun pula aku tak bertemu dengan laki-laki ini.

“Yeppo-na… Aku kangen sekali padamu!” ucap Joongie yang langsung memelukku begitu ia melihatku.

“Ya… Joongie! Sudah lepaskan aku, kau sangat bau!” protesku sambil menggeliat-geliat dari pelukan Joongie.

“Ahahaha… Mianne!” ucap Joongie sambil melepaskan pelukannya padaku. “Aaa, Ahjuma… apa kabar?” Joongie langsung menyapa ibuku begitu ia melihat ibuku di belakangku.

Tak lama kemudian, 4 namja keren datang menghampiri kami bertiga. Salah satu dari ke empat namja itu yang wajahnya sangat tak asing dimataku berteriak pada Joongie.

“Ya.. Jae Joong, kau kedatangan wanita cantik tapi tak mengenalkan pada kami. Sungguh keterlaluan kau, Hyung!” protes Yun Ho yang selalu dikabarkan memiliki hubungan special dengan Joongie. Ah, best couple di Korea ini sungguh mempesona.

“Waeyo?? Pokoknya kau tak boleh dekat-dekat dengan Noonaku!” balas Joongie tak kalah berteriak.

“Mwo?? Noona?” Chang Min tak kalah terkejut.

“Anio.. Saya orang Indonesia. Nama saya Ayu, atau dalam bahasa korea berarti Yeppo.” Kataku meralat ucapan Joongie.

“Ya, Yeppo! Dulu kau selalu ingin kau ku panggil Noona, sekarang kau ku panggil Noona kau bilang ani. Kau ini!” teriak Joongie sambil membelalakan matanya yang bulat itu.

“Ya, Joongie! Kenapa kau selalu berteriak padaku? Kalau kau hanya ingin meneriakiku, lebih baik aku kembali ke Indonesia.” aku balas meneriaki Joongie. Ah, sangat kesal rasanya!

“Andweeee….!!! Kau tidak boleh pulang ke Indonesia!” Joongie berteriak kencang sekali, sampai-sampai ruangan sunyi seketika. Aku pun hanya bisa terdiam.

“Miane… Jangan pulang. Aku sangat merindukan dirimu…” ucap Joongie pelan sambil mendekapku erat. Dan bisa kulihat Yun Ho terlihat agak cemburu melihat Joongie memelukku sangat erat.

Akhirnya emosi ku dan Joongie pun mereda. Aku memutuskan menunggu Joongie selesai konferensi pers dan berganti pakaian. Tapi sebelumnya, aku menghampiri Yun Ho.

“Yun Ho oppa… “ panggilku sambil berlari kecil menghampirinya.

“Ye, Noona. Ada apa?” tanya Yun Ho.

“Miane…” ucapku singkat.

“Nde?? Minta maaf untuk apa?” tanya nya heran.

“Aku membuatmu jealous. Aku dan Joongie hanya bersahabat, percayalah!” jawabku percaya diri.

“Mwo??” kedua alis Yunho bertaut. “Aish, kau ini! Noona, kau benar-benar sangat lucu. Aku dan Joongie masih straight. Kami tidak homo!” kata Yunho menjelaskan, tapi tetap saja ia tak bisa menutupi kecemburuannya tadi.

“Goenchanayo.. Tolong jaga Joongie oppa! Aku sangat menyayanginya. Ia terlalu banyak terluka..” kataku sembari meninggalkan Yunho yang mungkin agak terkejut mendengar kata-kataku barusan.

Sejak saat itu aku dan DBSK bersahabat.

Omo…!! Aku sedari tadi melamun. Untung saja aku tidak ketinggalan pesawat. Aish, aku lupa membalas e-mail dari Joongie.

“Sampai bertemu di bandara.. Aku sedang berada di bandara Soekarno Hatta. 15 menit lagi pesawatku berangkat ke LA. Smooocchh… Yeppo :*”

*****

Aku tiba di terminal international Tom Bradley. Aku ragu, menunggu Joongie atau segera ke hotel. Asisten yang bertugas menjemputku dan mengatur jadwalku telah menyiapkan mobil di hall. Aku tak bisa menemuinya di tempat umum. Bagaimana kalo fans Joongie tau? Baiklah, aku harus segera ke hotel.

“Joongie, aku sudah sampai di LA. Miane, aku tak bisa menunggumu di bandara. Ada banyak fans mu disana. Aku menginap di Sheraton Los Angeles Downtown Hotel. Bye.. :*”

Aku pun beranjak ke hotel tempatku menginap . Besok pagi aku ada meeting di restaurant hotel tempatku menginap dengan beberapa karyawan yang ditugaskan di LA dari Indonesia. Lalu siangnya aku ada janji makan siang dengan GM dari perusahaan yang menjadi merger perusahaan tempat aku bekerja. Esoknya aku harus menginpeksi kantor, dan setelah itu aku bisa berlibur di LA.

Ada e-mail masuk dari Joongie.

“Goenchanayo.. aku, Yoochun, dan Junsu akan ke hotelmu sekarang. Tunggu aku…”
Aigo, bagaimana ini? Joongie, aku sudah mengenalmu lebih dari 10 tahun. Aku sengaja menghindari tak bertemu muka denganmu sejak terakhir kali kita bertemu. Tapi kenapa kau selalu ingin bertemu denganku. Joongie, maafkan aku. Menikahlah kau dengan Yunho saja..

Jujur saja, tak ada wanita yang tak terpikat dengan keindahan Joongie. Wajahnya, ototnya, suaranya, tawanya… Ah, pasti semuanya sudah berubah. Aku yakin sekali. 6 tahun tak bertemu Joongie, aku tak bisa berhenti memandang Joongie. Apalagi sekarang?

Joongie… apa kau tau aku mencintaimu? Namun, aku tak pernah rela jika aku harus membagimu dengan para cassie lain yang juga sangat mencintai dirimu. Joongie, bisakah kau menjadi pria biasa yang tak dicintai oleh jutaan fansmu di seluruh dunia?

Tiba-tiba bel berbunyi. Asistenku telah kembali ke apartemennya dan aku dengan malas berjalan ke arah pintu dan membukanya. Namun, aku sangat terkejut melihat 3 namja berdiri di depan pintu kamarku.

“Ya, Noona. Apa kau tak mengizinkan kami masuk? Fans kami sedang mengejar-ngejar kami hingga kemari!” protes Junsu yang lucu itu.

“Aaah, Junsu… Aku sangat terkejut melihat kalian datang. Mari silahkan masuk.” Ucapku akhirnya dengan sangat gugup.
Mereka pun berjalan memasuki kamar hotelku sedangkan aku menutup pintu kamar dan menuju dapur mencari minuman yang bisa aku suguhkan untuk 3 namja yang ketampanannya tak bisa ku gambarkan dengan kata-kata.

Aku hanya bisa menemukan satu kotak Jus jeruk instan yang disiapkan asistenku di kulkas. Tadi harusnya aku meminta asistenku membeli beberapa sirup.

Aku kembali ke ruang tamu dengan membawa 3 gelas, 1 kotak Jus Instan ukuran besar, dan 1 bucket es batu.

“Miane, Cuma ada ini di lemari es. Aku baru saja tiba di hotel.” Ucapku kepada 3 namja yang terlihat sangat lelah.

“Goenchanayo. Aku tau, kau masih menggunakan pakaian kerjamu.” Kata Yoochun sambil melihatku dengan pandangan menyelidik.

Akhirnya kami bertiga hanya bisa diam. Aku paling benci terjebak dalam kesunyian. Tapi aku bingung harus berkata apa.

“Ya, Joongie.. apa kau tidak rindu dengan noona mu yang cantik ini? Tumben sekali kau tak memelukku?” ledekku pada Joongie yang hanya diam membisu sambil melihat pemandangan malam kota Los Angeles.

“Aah, miane…” ucap Joongie nyaris tak terdengar.

“Noona, kau tau apa yang sedang Jae pikirkan?” tanya Junsu padaku. Aku menggeleng. “Jae sedang sangat merindukan pacarnya.” Alisku bertaut. Sejak kapan Jae punya pacar?

“Mwo? Pacar?” tanyaku pada Junsu. Pandanganku kini terarah pada Joongie yang duduk di seberangku. Aku melempar bantal sofa pada Joongie dan tepat mengenai kepalanya.

“Ya, Joongie! Kenapa kau tidak bercerita padaku bahwa kau punya pacar?” tanyaku pada Joongie.

“Mwo? Pacar? Aku tak punya pacar!” elak Joongie dengan wajah sangat heran. “Ya, Junsu, kapan kau melihatku punya pacar?” Joongie berteriak pada Junsu.

“Sudahlan Jae, semua orang tau hubunganmu dengan Yunho Hyung!” canda Junsu.

“Mwo? Yunho? Kau Junsu, minta ku hajar, ha?!” Joongie jadi terlihat sangat marah.

Aku dan Yoochun hanya tertawa terbahak-bahak mendengar ocehan Junsu dan Jaejoong. Oh iya, bagaimana dengan kabar Yunho oppa dan Chang Min? Dimanakah mereka berada saat ini?

Aku menghampiri Joongie yang sedang mendekap lututnya erat. Entah ada setan apa aku pun mendekapnya dalam pelukanku.
“Joongie, kenapa kau begitu murung? Tidakkah kau merindukanku? Kita sudah 3 tahun tak bertemu. Tak inginkah kau memelukku, Joongie?” hiburku pada Joongie yang sedari tadi hanya diam.

Joongiepun memelukku dengan mungkin sedikit terpaksa.

“Yeppo, aku sangat merindukan dirimu tapi apa kau tau, aku lebih merindukan Yunho saat ini.” Ucap Joongie di pelukanku.

Aku tersenyum. Aku sudah bisa menduganya dan aku tak kecewa. Aku memang mencintai Joongie, namun aku menyadari bahwa kami tak akan pernah bisa bersama. Joongie milik semua cassie, bukan hanya milikku. Aku hanya wanita asing yang tanpa diundang masuk kedalam kehidupan Joongie dan 4 hyungnya yang sangat ia cintai. Aku hanya sahabat lama Joongie, dan akupun seorang cassieopeia.

“Jadi Yunho yang menganggu pikiranmu saat ini?” tanyaku pada Joongie yang masih menyandarkan kepalanya di bahuku.
Joongie melepaskan sandarannya dan melihat kearah Junsu dan Yoochun yang sedari tadi memperhatikan aku dan Joongie bergantian.

“Jae, sudahlah! Tak ada yang harus kau tutupi pada kami…” ucap Yoochun lembut.

Ah, mereka ini selalu saja membuat kejutan. Belum ada satu jam mereka bercanda dan sekarang mereka menunjukkan sikap empati kekeluargaan yang luar biasa. Dan aku sangat mengagumi mereka dan tak salah bila aku menempatkan diri sebagai fans mereka.

“Kalian tau, aku ini seorang Cassiopeia!” kataku pada 3 namja itu dan mereka langsung memandangku geli.
“Sejak kapan?” tanya Junsu.

“Ah, aku jadi malu.. Ummm… Sejak kalian debut.” Jawabku malu-malu dan mereka sedikit tercengang dengan jawabanku.
Selama ini aku memang tak pernah mengaku bahwa aku cassie pada mereka berlima. Bahkan pada Joongie pun tidak. Aku memang sengaja, karena aku malu pada mereka.

“Aku sama seperti cassie yang lain, mencintai kalian sampai titik darah penghabisan. Aku sama seperti cassie yang lain, yang menginginkan kalian kembali berlima seperti dulu. Bukan terpisah menjadi JYJ seperti ini. Aku selalu bertanya-tanya, mengapa dan mengapa?” kataku sarat emosi pada mereka bertiga.

Joongie kembali memelukku. Yoochun sudah nyaris berdiri ingin menghampiriku namun aku yakin ia teringat kata-kata Joongie 3 tahun lalu. “Tak ada yang boleh memeluk Noona ku selain aku!” begitu perintahnya waktu itu dan hingga saat ini anggota DBSK tak ada yang berani memelukku kecuali Joongie ku yang manis ini.

“Noona… Kau benar-benar seorang cassie yang sangat perhatian.” Ucap Joongie yang ku yakin sangat berkaca-kaca matanya saat ini.

“Aku mencintaimu Joongie…” ucapku begitu saja.

“Noona… Aku juga mencintaimu melebihi cintaku pada Yun Ho. Aku selalu menganggapmu sebagai seorang wanita…” aku Joongie.

Betapa terkejutnya aku.

“Tapi Noona, aku tak bisa berpacaran denganmu. Kau tau, aku milik semua orang dan sekarang aku akan sibuk dengan pekerjaanku tanpa ada Yun Ho disisiku.” Joongie masih terus berkata-kata.

“Joongie, aku tak mengapa! Aku mengerti Joongie. Aku juga sangat mencintaimu lebih dari apapun Joongie. Tapi aku mengerti keadaan yang tak memungkinkan kita bersama. Kau seorang idola dan aku seorang GM yang pekerjaanku menuntutku untuk berkeliling dunia mencari rekanan bisnis yang baru dan hebat. Aku sungguh mengerti dirimu, Joongie. Jangan khawatir!” aku berusaha meyakinkan Joongie bahwa aku tak apa-apa.

Padahal jauh di dalam lubuk hatiku, segalanya hancur. Cintaku hancur namun tak memudarkan cintaku pada Joongie. Cinta yang telah ku tanam 10 tahun silam hancur luluh lantah begitu saja. Andai Joongie bukan seorang idola, mungkin jalannya akan berbeda. Segalanya akan berbeda. Mungkin aku akan menetap di Korea dan menikah dengan Joongie tahun depan mungkin.

Tapi sungguh tak mengapa asal Joongie bisa bahagia. Tanpa diriku tak mengapa. Aku hanya ingin Joongie bahagia. Aku tau ia sedang sangat kalut saat ini. Dan aku bisa membaca dari matanya bahwa ia sangat merindukan Yunho oppa.
“Joongie, kita akan selalu bersahabat bukan?” tanyaku pada Joongie. Aku berusaha tidak meneteskan air mata, tapi aku tak bisa membohongi mataku yang sudah tergenang air.

Joongie membelai wajahku dan mengusap air mata yang nyaris jatuh.

“Mianne, Yeppo! Mianne… Aku sudah tau kau mencintaiku lebih dari sekedar sahabat. Aku sudah tau, tapi aku tak bisa membalas cintamu meskipun aku sangat ingin. Aku sungguh tak ingin membawamu dalam masalah. Percayalah kau akan bahagia tanpaku. Kau akan menemukan pria yang akan membahagiakanmu dan saat itulah aku pun akan berbahagia atas kebahagiaanmu.” Ucap Joongie sambil membelai rambut ikalku yang panjang.

“Dan kau suatu hari akan berbahagia dengan Yunho oppa. Aku sangat menanti-nanti kalian akan menikah kelak.” Dan aku mendengar tawa yang begitu pecah dari Yoochun dan Junsu.

“Yeppo… kau tau? Aku dan Yunho sama-sama masih lurus. Bukan homo! Kau lihat mereka berdua pasti sangat puas menertawaiku!” kata Joongie sengit sekali melihat dua hyung nya yang terlihat begitu bahagia menertawai Joongie.

“Tapi, mengapa kau terlihat begitu mencintai Yunho oppa?” tanyaku penasaran.

“Dia adalah leader kami! Kami berlima saling mencintai. Tanpa cinta, kami berlima tak mungkin berada dalam kesuksesan seperti ini. Tanpa cinta, kami berlima tak akan mungkin menjalani ini dengan sepenuh hati kami. Dan tanpa cinta, mungkin kami akan benar-benar bubar. Aku sangat merindukan Yunho, karena memang aku paling dekat dengan yunho. Aku sangat yakin, Junsu juga pasti sangat merindukan Chang Min. Aku juga sangat merindukan adik bungsu kami, Max Chang Min!” jawab Joongie masih menatap sengit kedua hyungnya yang masih terbahak-bahak.

“Jae Joong benar. Kami berlima memang saling mencintai. Tapi, Yunjae berbeda. Ada chemistry tersembunyi yang terpancar antara Yunho dan Jaejoong.” Yoochun membenarkan ucapan Joongie sekaligus meledek Joongie.

“Ya, kau Park Yoo Chun! Diamlah… Sana kau kembali ke hotel. Aku ingin berduaan dengan noona ku sekarang!” Joongie berteriak pada Yoochun.

“Mwo? Aku akan melaporkan pada Yunho Hyung!” ancam Junsu.

“Laporkan saja sana! Ah, tapi jangan, nanti ia mengiraku selingkuh.” Canda Joongie.

“Ya Noona, kau lihat sendiri kan bahwa mereka berdua memang homo?” Junsu kali ini ikut meledek Joongie yang masih duduk disampingku sambil menatap mereka lebih sengit.

“Ya kalian bertiga! Lebih baik kalian kembali ke hotel kalian karena hari sudah malam! Besok aku ada meeting dengan karyawanku dan siangnya aku ada meeting dengan GM perusahaan lain. Aku sangat sibuk! Jadi kalian lebih baik cepat enyah dari kamarku!” teriakku galak yang disambut dengan bangkitnya mereka tanpa suara dan keluar bergantian.
Aku bisa sakit jiwa kalo mereka terus-terusan ada di kamarku!